Langsung ke konten utama

REVIEW : Wonder Woman 1984 (2020)

DCEU kembali membuat saya sedikit kecewa..., dengan marketing film WW84 yang terbilang sangat gencar lewat poster dan premis yang menarik membuat saya memasang ekspektasi yang cukup tinggi untuk film ini. Namun sayangnya film ini gagal memenuhi ekspektasi para penontonnya.

Patut diakui bahwa film WW84 punya premis yang menarik dan terlihat seru, dunia superhero di tahun 80-an yang stylish dengan warna pastel neon yang cerah sembari dibumbui dengan isu perang dingin di kala itu membuat saya cukup senang dengan film ini. Namun sepertinya Patty Jenkins khilaf dan kehilangan arah, eksekusi yang dibawa di film ini bertolak belakang dengan premis yang dibawa. Plot yang dihadirkan juga biasa saja, meski memang film Wonder Woman ini selalu membawa isu sosial dan politik seperti film sebelumnya terbukti masih ampuh di film ini. Masalahnya sih ada di scipt film ini, ada berbagai macam plot holes yang cukup mengganggu di saat kalian menonton maupun sesudah menonton. Namun bagi saya pribadi sih saya merasa enjoy kok saat menonton film ini, meski durasinya cukup lama tapi saya dari awal sampai akhir tidak merasa lelah atau ngantuk, humor dan romansa yang dibawa di film ini cukup membuat saya terhibur dan dibuat semangat dengan beberapa adegan aksi yang oke (meski lebih sedikit dan kurang menarik ketimbang film sebelumnya). Hanya saja memang ada beberapa bagian yang membuat saya merasa sedikit cringe gitu.


Seperi film Soul sebelumnya yang saya review, WW84 memiliki karakter yang buruk. Wonder Woman di film ini serasa seperti karakter cadangan, bukan karakter utama karena mengingat character development yang diberikan untuk Wonder Woman sangat minim. Adegan awal Diana saat masih kecil juga malah terkesan buang-buang durasi dan gak ada hubungannya sama karakter Diana sepanjang film. Karakter antagonisnya juga kurang, mengingatkan saya sama film BvS dimana ada dua karakter antagonis. Saya tahu kontroversinya terkait karakter Cheetah dan Max Lord yang tidak sesuai sama komik-nya dan memang karakter Cheetah sebagai antagonis ini random dan aneh aja, seperti Doomsday di BvS. Namun saya pribadi suka dengan karakter Max Lord. Akting Pedro Pascal yang totalitas di film ini mungkin jadi penghibur yang cukup pas meski memang karakternya sebagai anti-villain masih kurang oke. Narasi film ini mungkin jadi penyebab banyak orang gak suka sama film ini. Memang film ini adalah tipe yang lebih banyak berdialog dan ingin menuntaskan cerita atau konflik yang ada, akibatnya mereka yang ingin mencari film superhero yang penuh aksi pasti bakal kecewa. Belum lagi masalah ending yang maksa serta motivasi karakternya yang berantakan.
.

Bahas soal aspek teknis sebetulnya visual film ini juga sedikit mengecewakan saya, karena mengingat poster dan trailernya yang kental dengan nuansa 90s yang aesthetic penuh warna neon yang nge-pop itu sayangnya malah tidak direalisasikan. Memang set design film ini asik banget untuk dilihat dengan perkotaan Washington D.C yang ramai penuh warna namun sinematografi yang ditawarkan menurut saya lebih bagus yang pertama. Hal ini juga mungkin diakibatkan sama penggunaan CGI yang kurang mulus, terutama di adegan yang mengambil tempat di langit atau sedang adegan aksi itu keliatan kurang oke. Bukannya visual film ini jelek cuma kurang sesuai sama ekspektasi saya, secara garis besar visual yang diberikan masih oke kok dengan penggunaan extreme shot, aerial shot, serta long take yang bagus. Soundtrack film ini bagus sih (namanya juga Hans Zimmer). Score yang megah layaknya dewa hingga score menegangkan penuh aksi sampai yang menyedihkan juga berhasil digunakan secara efektif di film ini. Apalagi ketika film ini menggunakan lagu "Beautiful Lie" dari BvS di akhir film yang berhasil membuat saya kembali semangat. 
 
Overall film Wonder Woman 1984 ini sudah jelas sebuah penurunan ketimbang film pertama hampir dari semua aspek. Plot yang kurang solid, karakternya yang gak jelas dengan narasi yang berantakan, serta visual yang biasa saja memang membuat film ini kurang oke untuk ditonton, namun saya pribadi bisa menikmati dan dibuat terhibur sama film ini. Anggap saja sebagai film guilty-pleasure yang asik.

SCORE : 65

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW : Another Round (2020)

Film yang sudah cukup menarik perhatian saya beberapa hari terakhir ini, Another Round atau Druk adalah sebuah film yang mengingatkan saya akan Hangover dan Soul. Sebuah film tentang kehidupan yang dibungkus dengan komedi nan lucu, namun makna filmnya tetap serius dan emosional. Film ini membawa premis yang cukup menarik, sebuah film tentang sekelompok guru yang having fun dan mabuk-mabukan. Secara garis besar sih seperti itu, tapi setelah dilihat-lihat lagi ternyata film ini menawarkan tema yang lebih dari sekedar hidup dan alkoholisme, ada juga tema tentang midlife-crisis, fase dimana hidup kita serasa membosankan akibat rutinitas atau pekerjaan yang kita alami. Menariknya memang film ini seperti film Hangover atau film komedi yang biasanya diperankan oleh Will Ferell atau Adam Sandler. Plotnya yang terkesan berat tadi bisa disajikan dengan berbagai humor jenaka lucu dikala para guru ini kehilangan akalnya dalam mengajar akibat mabuk. First dan Second Act film memang dibawa dengan sa...
Copyright © Cinegraphy. All rights reserved.